Sabtu, Februari 21, 2009

POLITIKA

KH. HASYIM MUZADI;
Bakal Cairkan Perseteruan SBY-Mega

Perseteruan dua calon presiden (Capres) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarno Putri makin membeku. Berbagai pihak memprediksi perseteruan tersebut bakal sulit untuk dicairkan, karena mesti ada capres ketiga sebagai media untuk mencairkan perseteruan kedua capres.

Belakangan disebut-sebut, KH. Hasyim Muzadi bakal mampu mencairkan kedua capres, setelah Ketua Umum PBNU tersebut didaulat Ketua PWNU Jawa barat untuk memasuki gelanggang pemilihan Presiden (Pilpres) September 2009 sebagai capres.

Hal itu didaulatkan H. dedi Wahidi di hadapan puluhan ribu warga NU pada peringatan Harlah ke-83 NU dan Tahun Baru 1430 Hijriyah di Gedung Pusat Dakwah NU Kabupaten Indramayu, jalan Gatot Subroto Indramayu baru-baru ini (29 Januari 2009).

Dedi yang mantan Wakil Bupati Indramayu itu menyayangkan minimnya kader NU yang mendapatkan posisi strategis dalam struktur kepemerintahan. Dikatakannya, selama ini kader NU baru bisa bertengger pada posisi Wakil Bupati (seperti dirinya-Red) dan ada yang masih duduk di Ketua DPRD (H. Hasyim Junaedi-Red) tetapi belum ada kader NU yang jadi Bupati di Indramayu, Gubernur di Jawa Barat kalaupun jadi Presiden masih belum kokoh. ”Untuk itu, kami mendukung Pak Hasyim Muzadi untuk menjadi Capres dan bukan Cawapres,” daulatnya.

Tentang kebesaran NU, dalam hal jumlah anggota juga diakui Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi. Sudah dimaklumi bersama, Nahdlatul Ulama merupakan organisasi besar denagn jumlah massa yang luar biasa. Tetapi masih cukup disayangkan, sebab, ternyata kebesaran NU baru sebatas kuantitas, belum sampai pada kualitas terutama kiprahnya di masyarakat.

Dikatakan KH. Hsyim Muzadi saat memberikan taushiyah, idealnya kebesaran NU bukan hanya semata-mata dari jumlah pengikut, tetapi diimbangi pula dari eksistensinya kepada masyarakat. ”Kalau soal jumlah anggota, NU bukan hanya eksis di Indonesia, melainkan sudah memiliki cabang di 47 negara,” tegas KH. Hasyim Muzadi.

Penyebab belum seimbangnya antara kuantitas dengan kualitas, antara lain persoalan organisasi yang di dalamnya menyangkut manajemen disusul masalah pola pikir orang-orang NU serta masalah kualitas individu dari warga NU sendiri. ”Besar-kecilnya peran NU di masyarakat terbilang belum merata, karena di masing-masing daertah memilik peran berbeda-beda,” katanya.

Di Kabupaten Indramayu, menurut Ketua PCNU, H. Juhadi Muhammad, anggota NU di daerah pantura ini sangat besar namun masih berserakan, sehingga masih butuh perekat agar kokoh, terpadu sehingga dapat menunjukkan kebesarannya. ”Peran NU di masyarakat, belakangan ini sudah mengalami kemajuan dibandingkan dekade sebelumnya,” kata H. Juhadi Muhammad.

Dalam bidang pendidikan misalnya, dibuktikan dengan semakin banyaknya lembaga pendidikan di bawah naungan LP Ma’arif NU mulai tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, bahkan hingga perguruan tinggi. Di bidang lingkungan hidup, NU mulai berperan aktif, antara lain mnggelar gerakan penanaman pohon bersama-sama Perhutani dimana sepanjang tahun 2008 silam menanam 10.000 pohon dan di tahun 2009 ini sebanayak 85.000 pohon. Setelah berkiprah di bidang pendidikan dan lingkungan hidup, di masa mendatang NU juga akan berkiprah pada sektor lain yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat, sehingga akan terjalin keseimbang.

Dikutip dari Mingguan Media Bangsa Edisi 248 Tahun VI, 09-16 Februari 2009

Jumat, Februari 20, 2009

Bagaimana Memahami
Ahlussunnah Waljama’ah


Oleh : KH. Cholil Nafiz, Lc., MA.

Ahlussunnah Waljama’ah adalah kata yang sering kita dengar, bermakna aqidah yang dianut oleh seseorang atau kelompok. Dari segi bahasa, ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut, As Sunnah berarti segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan. Ahlu al Sunnah berarti penganut sunnah Nabi SAW., sedangkan Ahlu al Jama’ah berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi SAW. Karena itu, kaum Ahlus Sunnah wal Jama’ah (ahl Al sunnah wa al jama’ah) adalah kaum yang menganut ajaran Nabi Muhammad SAW., dan jama’ah para sahabatnya. Ajaran Nabi SAW., dan sahabat-sahabatnya itu talah termaktub dalam al Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapih oleh seorang ulama besar, yaitu Syekh Abu al Hasan al Asy’ari (lahir di Basrah, Irak tahun 260 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun).

Ahlussunnah Waljama’ah, adalah pemahaman yang berusaha kembali kepada Islam sebagaimana dipraktekkan oleh para sahabat nabi, tabi’in dan tabi’it-tabi’in. Syaikh Abi Al Fadl bin Abdussyakur mendefinisikan Ahlussunnah Waljama’ah :

“Ahlussunnah Waljama’ah adalah orang-orang yang selalu mengikuti sunnah Nabi SAW., dan praktek para sahabatnya dalam masalah aqidah dan akhlak hati”. (al-Kawakib al-Lamma’ah: h. 8-9).

Kebenaran keyakinan yang mereka miliki, telah mereka kaitkan dengan firqah najiyah (kelompok yang selamat), yang disebutkan oleh Nabi Muhammad di tengah banyaknya kelompok yang dianggap sesat. Kelompok yang selamat itu kemudian disebut Ahlussunnah Waljama’ah, sebagaimana tercantu dalam hadits.
Hadits ini telah dijadikan dalil tentang paham Ahlussunnah Waljama’ah sebagai paham yang menyelamatkan umat Islam dari neraka, dan juga dapat menjadi pedoman pengertian subtantif paham Ahlussunnah Waljama’ah Ahlussunnah Waljama’ah. Diantara teks hadits Ahlussunnah Waljama’ah adalah :

“orang-orang Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan, dan orang-orang Nashrani terpecah menjadi 72 golongan, dan ummat(ku) ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk ke neraka kecuali satu golongan”. Kami bertanya: “siapakah golongan satu itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “ialah golongan yang mengikuti apa yang aku lakukan saat ini dan para sahabatku”. (HR. at-Tarmidzi dan al-Hakim).

“……Ummatku akan terpecah menjadi 73 kelompok. Hanya satu yang selamat, dan lainnya celaka”. Nabi SAW., ditanya: ”Siapakah kelompok ini yang selamat itu ya Rasulullah?”. Nabi SAW., menjawab: Yaitu kelompok Ahlussunnah walJama’ah.” Kemudian Nabi ditanya lagi: Apa itu sunnah dan jama’ah?” Nabi menjawab: ”Ialah apa yang aku lakukan saat ini dan para sahabatku”.

Secara historis, para imam Ahlussunnah walJama’ah di bidang aqidah atau kalam telah ada sejak jaman sahabat nabi SAW., (sebelum Mu’tazilah ada). Imam Ahlussunnah walJama’ah di jaman itu adalah Ali ibn Abi Thalib, yang berjasa membendung pendapat Khawarij tentang al wa’d wa al wa’id 9janji dan ancaman) dan mebendung pendapat qadariyah tentang kehendak Tuhan (masyi’ah) dan daya manusia (isthitha’ah) serta kebebasan berkehendak dan kebebasan berbuat. Selain Ali ibn Abi Thalib, ada juga Abdullah ibn Amr, yang menolak pendapat kebebasan berkehendak manusia dari Ma’bad al Juhani.

Di masa tabi’in, muncul beberapa imam yang mengemban misi Ahlussunnah walJama’ah, seperti Umar ibn ’Abd al-Aziz yang menulis Risalah Balighah fi al-Radd ’ala al-Qadariyah, Zayd ibn Zayn al-’Abidin, Hasan al-Bashri, al-Sya’bi dan al-Zuhri. Sesudah generasi ini muncul seorang imam, Ja’far ibn Muhammad al-Shadiq. Dari para Fuqaha (ahli hukum Islam) dan imam mazhab fiqh, juga ada para imam ilmu kalam Ahlussunnah walJama’ah, seperti Abu Hanifah dan Imam Syafi’i. Abu hanifah berhasil menyusun sebuah karya untuk meng-counter paham Qadariyah berjudul Al-Fiqh al-Akbar sedangkan al-Syafi’i meng-counternya melalui dua kitab Fi Tashhih al-Nubuwwah wal al-Radd ‘ala al-Barahimah, dan al-Radd ‘ala al-Ahwa.

Setelah periode Imam Syafi’i, ada beberapa muridnya yang berhasil menyusun paham akqidah Ahlussunnah walJama’ah, diantaranya adalah Abu al-‘Abbas ibn Suraji. Generasi Imam dalam kalam Ahlussunnah walJama’ah sesudah itu diwakili oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang populer disebut sebagai salah seorang penyelamat aqidah keimanan, lantaran keberhasilannya membnedung paham mu’tazilah.

Dari mata rantai data di atas, yang sekaligus menjadi dalil historis, dapat dikatakan bahwa aqidah Ahlussunnah walJama’ah secara subtantif telah ada sejak jaman sahabat. Artinya, paham aqidah Ahlussunnah walJama’ah itu tidak sepenuhnya aqidah bawaan Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang berbeda dengan akidah Islam. Apa yang dilakukan oleh Imam Abu al-hasan al-Asy’ari adalah menyusun doktrin paham aqidah Ahlussunnah walJama’ah secara sistematis, sehingga menjadi pedoman atau mazhab umat Islam. Sesuai dengan kehadirannya sebagi reaksi terhadap munculnya paham-paham yang ada pada jaman itu.

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926 M) di Surabaya oleh beberapa ulama terkemuka yang kebanyakan adalah pemimpin/pengasuh pondok pesantren. Tujuan didirikannya adalah berlakunya ajaran Islam Ahlussunnah walJama’ah (Aswaja); menganut salah satu mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali), baik secara qauli maupun manhaji dalam bidang fiqh; dan mengikuti Imam al Junaid al Baghdadi (wafat 297 H) dan Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111 M.) dalam bidang tassawuf. Ini berarti, NU adalah organisasi keagamaan yang secara formal membela dan mempertahankan Aswaja, dengan disertai batasan yang fleksibel. Sebagai organisasi sosial keagamaan (al Jam’iyyah al Diniyyah wa al Ijtima’yah), NU merupakan bagian integral dari wacan pemikkiran sunni. Terlebih lagi, jika kita telusuri lebih jauh, bahwa penggagas berdirinya NU memiliki pertautan sangat erat dengan para ulama Haramain (Makkah-Madinah) pada masa di bawah kekuasaan Turki Ustmani yang ketika itu berhaluan Aswaja.

Nahdlatul Ulama sudah memiliki paham dan tradisi yang terbukti mampu menjadi perekat bangsa ini, yaitu paham Ahlussunnah walJama’ah (Aswaja). Aswaja merupakan paham yang mengutamakan kemaslahatan yang lebih luas dalam menyelesaikan berbagai persoalan ummat. Dalam perjalanan sejarah, Aswaja telah mempraktekkan prinsip-0prinsip syura (musyawarah), tawassuthiy (pola pikir moderat), ishlahiy (reformatif), tathowwuri (dinamis), dan manhaji (metodologis) yang senantiasa bersikap tawazun (seimbang), tasammuh (toleransi), ‘adalah (adil), musawah (egaliter), dan hikmah ( bijaksana).

Prinsip-prinsip tersebut berdampak pada sikap-sikap positif yang dilakukan oleh Ahlussunnah walJama’ah dalam menyikapi berbagai persoalan. Karena itu, sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia belum pernah ada rongrongan yang mengancam NKRI atau ideologi negara yang berasal dari paham Aswaja. Aswaja lebih menekankan harmonitas kehidupan umat manusia dan stabilitas politik. Masih segar dalam ingatan bagaimana kelompok Islam yang di dalamnya terdapat KH. Wahid Hasyim bisa menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta atas pertimbangan NKRI.
Wallahu a’lam bi al’shawab.

Dicuplik dari majalah ”Risalah NU” No. 11/Thn. II/1430 H

Visi Misi

NU INDRAMAYU;
Menatap Masa Depan

Sebagai organisasi keagamaan, NU tidak melakukan perbuatan dagang, perbuatan tani dan seterusnya. NU membatasi diri dengan memberikan dorongan dan bimbingan disertai usaha pendidikan... Para anggota NU dipersilahkan menggabungkan diri pada (atau mendirikan) organisasi profesi dagang, tani buruh, nelayan, dan sebagainya, dan sebagai muslim Ahlussunnah Waljamaah, d mana pun berada tidak melupakan ajaran agamanya (KH. Achmad Shidiq, Khittah Nahdliyyah, 2006:100-101)



Berbicara tentang NU, kita tidak bisa melepaskan diri dari label kalangan Islam ”tradisionalis”. Orang awam lebih sering mengkonotasikan istilah tradisionalis pada hal-hal yang sifatnya kolot dan terbelakang atau segala sesuatu, sikap dan pola pikir yang berbau kuno, sehingga ia dianggap remeh. Sementara di sisi lain, ada istilah yang gagah dan mentereng, yaitu ”modernis. Dan orang awam pun memahaminya sebagai sesuatu yang tinggi, maju dan tentu saja modern.
Ketika semua orang menganggap NU sebagai organisasi tradisionalis yang memiliki basis massa di pedesaan dan pesantren yang kolot, namun lambat laun anggapan seperti itu mulai terbantahkan. Konsep visioner yang dijadikan rujukan ulama-ulama dan pemikir NU, ”Al-Muhafadzat ’ala al-Qadim ash-Sholih wa al-Akhdz bi al-jadid al-Ashlah” tidak berhenti pada tataran konsep semata, melainkan teraplikasi secara jelas dan mampu merelevansi setiap perkembangan yang terjadi. Hasilnya, tradisi NU ternyata dapat berinteraksi secara cerdas dengan diskursus kontemporer, seperti demokrasi, HAM dan civil society.
NU memandang subtansi dari sesuatu yang lebih penting dibanding slogan yang acapkali simbolik dan sarat kepentingan. NU tidak akan pernah berteriak mengusung sesuatu yang agung dan luhur ke dalam wilayah profan, bukan saja karena NU amat menghargai validitas atau hak sistem kepercayaan lain untuk eksis dalam bingkai equal opportunity, melainkan karena NU sangat tidak menginginkan martabat keagungan dan keluhuran tadi terdevaluasi oleh kotornya kepentingan diktatorisme negara dan kepalsuan oportunis politik. Jadi, transformasi kehidupan umat Islam model NU ditempuh melalui apa yang disebut Hasan Hanafi sebagai revitalisasi kultural, dimana Islam tampil sebagai sumber etik dan moral serta landasan dalam kehidupan berbangsa.
Sejarah NU menunjukkan bahwa dasar dan kekayaan intelektual yang luar biasa itu senantiasa diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui lembaga pesantren. Jika pembaharuan pemikiran selalu berlangsung dalam rangka tradisi, maka usaha modernisasi akan berlangsung dalam perangkat tradisi yang dinamis-dialogis.
Tepat tanggal 19-20 April 2006M bertepatan dengan tanggal 20-21 Rabiul Awwal 1427H, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu menyelenggarakan hajat besar susksesi kepemimpinan NU Indramayu yaitu diselenggarakannya Konferensi Cabang XVII Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu bertempat di Gedung Asrama Haji Kabupaten Indramayu.
Konferensi Cabang adalah permusyawaratan tertinggi dalam mekanisme keorganisasian di organisasi Jam’iyyah Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu. Dalam Konfercab juga, warga Nahdliyyin dapat merencanakan segala macam program kerja NU lima tahun ke depan, membahas berbagai macam persoalan keagamaan dan kemasyarakatan, merumuskan rekomendasi dan usulan tentang berbagai persoalan, mengevaluasi kinerja kepengurusan sebelumnya serta memilih dan menetapkan Ketua Tanfidziyah dan Rois Syuriyah PCNU Kabupaten Indramayu masa khidmat 2006-2011.
Tanggal tersebut merupakan tonggak awal kebangkitan NU Indramayu dengan terpilihnya tokoh muda NU Indramayu sekaligus seorang pengusaha tambak muda sukses, H. Juhadi Muhammad, santri alumni Lirboyo Kediri Jawa Timur sebagai Ketua PCNU Kabupaten Indramayu masa khidmat 2006-2011 berkolaborasi dengan Almukarom KH. Masduqi Pawidean Jatibarang yang terpilih kembali secara aklamasi sebagai Rois Syuriyah PCNU Kabupaten Indramayu.
Di awal perjalanannya, PCNU Kabupaten Indramayu cukup banyak memiliki kelemahan seperti kesenjangan yang cukup berarti antara realisasi program dan rencana yang telah dirumuskan. Kesenjangan ini berkaitan dengan lemahnya sikap profesionalitas dan manajemen organisasi.
Hal ini akibat dari rendahnya sikap konsistensi (Istiqomah) para pengurus dalam menjalankan fungsinya termasuk juga dengan kebijakan-kebijakan pluralitas politik yang diakui. Hal itu menjadikan NU rawan konflik akibat perbedaan organisasi politik yang diselesaikan dengan cara menang-kalah dari pihak-pihak yang berkonflik.
Tetapi hal-hal tersebut di atas tidaklah menutup kemajuan bagi NU Kabupaten Indramayu. Beberapa peluang, diantaranya di Indramayu sendiri NU dengan jumlah warga yang besar dan mayoritas tersebar di pedesaan dan sebagian di perkotaan yang memungkinkan NU dapat berperan dalam proses pembangunan yang berwawasan kerakyatan dan berkeadilan dalam kemakmuran.
Ditambah lagi, dengan berlakunya sistem politik dengan memberikan hak kepada setiap warga negara untuk menentukan pilihan politiknya, menempatkan NU pada posisi strategis dan memiliki daya tawar tinggi.
NU sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang memiliki tingkat kohesif tinggi sangat mungkin dikelola dengan baik untuk menentukan pemimpin daerah yang berpihak kepada umat dan dapat dinikmati oleh masyarakat NU pada khususnya.
Era reformasi menghadirkan kondisi yang berbeda, terutama munculnya kebebasan-kebebasan yang selama ini dipasung oleh rezim Soeharto. BJ. Habibie yang menggantikan Soeharto sebenarnya merupakan produk orde baru dan juga kepanjangan dari kekuasaan orde baru.
Pada masa pemerintahan Habibie ini, juga menghasilkan kebebasan yang tidak kalah pentingnya dalam mewujudkan demokrasi, yakni kebebasan untuk membuat sebuah partai politik. Kenyataan ini paling tidak terlihat saat kebijakan multipartai yang dicanangkan untuk menyambut Pemilu 1999.
Alhasil, setelah melalui tahapan-tahapan yang cukup melelahkan, akhirnya Partai Politik yang diharapkan dapat menampung aspirasi warga NU berhasil dideklarasikan.
Dua bulan pasca reformasi, pada tanggal 23 Juli 1998 Partai Kebangkitan Bangsa di deklarasikan di kediaman KH. Abdurrahman Wahid (Ketua Umum PBNU, pada saat itu) Ciganjur, Jakarta Selatan. Pada hari itu, PKB resmi dideklarasikan oleh kiai-kiai NU antara lain KH. Munasir Ali, KH. Ilyas Ruchiyat, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. A. Musthofa Bisri (Gus Mus), dan KH. A. Muchit Muzadi.
Seiring perjalan waktu, pendeklarasian PKB direspon positif oleh PCNU Kabupaten Indramayu dengan membentuk kepengurusan DPC PKB untuk pertama kalinya menetapkan KH. Ahmad Fudloli, sebagai Ketua Dewan Syuro dan H. Dedi Wahidi, S.Pd., sebagai Ketua Dewan Tanfidz.
Dalam Pemilu 1999, PKB Indramayu dengan segenap dukungan warga nahdliyyin meraih 6 kursi DRPD dan pada tahun 2000 mampu menempatkan kader NU sebagai Wakil Bupati Indramayu periode 2000-2005. untuk Pemilu 2004, PKB Indramayu meraih 8 kursi DPRD. Sebuah raihan signifikan untuk sebuah partai baru di daerah yang masih kental patron orde barunya.

Program Strategis, Visi dan Misi
Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu


Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari komponen masyarakat Indramayu, nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu mempunyai komitmen dan tanggung jawab untuk turut serta mensukseskan pembangunan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indramayu yang berkeadilan dan bermartabat.
Melihat perilaku sosial warga NU yang memiliki spesifikasi tersendiri, kalangan nahdliyyin menjunjung tinggi norma-norma Islam dengan melaksanakan, mempertahankan, membela dan melestarikan secara ikhlas. Kalangan nahdliyyin juga berupaya mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan, menjunjung tinggi peersaudaraan, nilai-nilai kerja dan prestasi serta ilmu pengetahuan. Di samping itu kalangan nahdliyyin juga dikenal humanis, religius dan terbuka.
Berdasarkan analisis sejarah dan situasi dewasa serta analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar NU Kabupaten Indramayu serta keterbatasan waktu maka kondisi ideal yang diharapkan dalam kepengurusan sekarang adalah Terwujudnya Khaira Ummat Indramayu yang Berkeadilan, Bersih, dan Bermartabat Berdasar Faham Islam Ahlussunnah Waljama’ah. Yang sekaligus sebagai visi yang diperjuangkan secara bersama-sama oleh segenap jajaran pengurus NU Kabupaten Indramayu.
Guna mewujudkan visi itu sendiri, maka NU Kabupaten Indramayu mengemban misi (Bi’tsah) atau tugas suci sebagai berikut :

Pertama : Melakukan pemberdayaan masyarakat (Empowering Society).
Kedua : Mengupayakan Peraturan Daerah dan Mempengaruhi kebijakan yang menjamin terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis.

Berdasarkan hasil Keputusan Konferensi Cabang XVII Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu, untuk melaksanakan misi itu NU kabupaten Indramayu melihat ada 6 (enam) isu strategis yang perlu memperoleh perhatian serius untuk kepengurusan masa sekarang.
Isu-isu tersebut dikembangkan menjadi beberapa mata program NU Kabupaten Indramayu, sebagai berikut :
1. Pemanatapan Organisasi (Institusional Building) Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu adalah merupakan permasalahan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program-program Nahdlatul Ulama kabupaten Indramayu. Jika tidak ada perbaikan organisasi yang membuat struktur NU kabupaten Indramayu lebih berfungsi secara efektif dan efisien, maka sebaik apapun program akan sulit terlaksana. Oleh karena itu pertanyaan yang harus dijawab dalam bentuk program adalah bagaimana caranya agar organisasi Nu kabupaten Indramayu dengan segala perangkatnya dapat berfungsi dan bersinergi diantara sesamanya agar dapat mewujudkan visi tersebut.
2. Pengembangan pemikiran kritis keagamaan dalam kerangka me-reaktualisasi dan meng-interprestasikan ajaran Islam Ahlussunnah Waljama’ah di kalangan Nahdliyyin, merupakan isu yang dapat memberikan sumbangan penting bagi terwujudnya masyarakat yang berkeadilan dan demokratis tetapi tetap dalam kerangka pengamalan ajaran Islam. Pertanyaan yang perlu memperoleh jawaban dalam bentuk program adalah bagaimana mengembangkan pemikiran kritis keagamaan di lingkungan NU.
3. Pemberdayaan ekonomi umat merupakan isu penting bagi penciptaan tatanan masyarakat yang berkeadilan dalam bidang ekonomi menyangkut soal keadilan distribusinya yang sampai kini terjadi ketimpangan yang sangat jauh, karena itu bagaimana cara mewujudkan kebudayaan ummat sehingga sehingga terwujudnya keadilan ekonomi merupakan pertanyaan yang akan dijawab dalam program 5 tahun ke depan.
4. Supremasi hukum dan pemberdayaan politik umat dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis jelas menempati posisi yang sangat penting karena jika hukum lemah dan kesadaran politik umat rendah, keadilan tidak akan terwujud. Oleh karena cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan tegaknya supremasi hukum dan berkembangnya kesadaran politik umat perlu dijabarkan dalam program.
5. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat di lingkungan NU akan menghasilkan peserta didik yang bermutu yang selanjutnya menyumbang kepada kwalitas ummat, sehingga dapat memperkuat upaya mewujudkan kehidupan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis. Oleh karena bagaimana cara meningkatkan mutu pendidikan masyarakat yang berorientasi kepada keadilan dan demokrasi perlu dijabarkan dalam program-program NU 5 tahun ke depan.
6. Peningkatan penggalian dana (Fund Rissing) organisasi adalah salah satu unsur manajemen yang merupakan bahan bakar terlaksananya program organisasi. Karena itu cara meningkatkan pendapatan organisasi dan meningkatkan pengelolaannya akan dijabarkan dalam program.

Untuk menjawab 6 (enam) isu strategis NU Kabupaten Indramayu, disusunlah 6 (enam) strategi program NU Kabupaten Indramayu sebagai berikut :

1. Program Pemberdayaan Organisasi (Institusional Building)

Tujuan program ini adalah agar organisasi NU Kabupaten Indramayu dan pernagkatnya dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan dari program-program yang direncanakan sesuai dengan peran dan fungsinya sehingga menghasilkan kinerja bermutu, efektif, efisien, dan terbentuknya sinergi program yang dilaksanakan oleh semua organisasi dan lembaga pernagkat NU. Untuk mencapai tersebut dilakukan 5 (lima) kegiatan, yaitu :
a. Membangun dan mengembangkan sistem dan pola rekruitmen kader dan pengurus NU Kabupaten Indramayu yang menjamin terjadinya peningkatan kemampuan, kematangan sikap, keluasan pandangan, kesiapan bekerja sama dankerelaan berkorban.
b. Membangun dan mengembangkan sistem kerja organisasi yang berorientasi pada nilai-nilai dan sikap konsisten dan tegar memegang prinsip, adil dan manusiawi dalam bertindak, berorientasi pada kerakyatan, demokratis dalam mengambil keputusan, ilmiah dalam pemecahan masalah, keterbukaan manajemen, realitas dan sistematis dalam perencanaan dan bersemangat kolegial.
c. Mengoptimalkan tindakan konsolidasi dan koordinasi dengan Badan Otonom, antara lembaga dan semua pernagkat organisasi di bawahnya dengan sistem komunikasi yang terbuka dan cepat.
d. Menyusun pembagian fungsi secara jelas antar Badan otonom, antar Lembaga dan semua perangkat NU Kabupaten Indramayu dan persamaan persepsi masing-masing dalam rangka membangun dan mengembangkan sinergi di lingkungan NU Kabupaten Indramayu.
e. Membangun kantor Sekretariat yang representatif dan strategis sehingga dapat menjadi pusat konsolidasi, koordinasi, dan evaluasi seluruh kegiatan NU Kabupaten Indramayu beserta Badan otonom, Lembaga, dan Lajnah dilingkungannya.

2. Program Pemberdayaan Pemikiran Keagamaan

Tujuan program ini adalah meningkatkan pemikiran untuk me-reaktualisasi dan me-reinterprestasikan ajaran agama di kalangan warga Nahdliyyin dalam mengelola dan menjawab dinamika kehidupan, antara lain sebagai berikut :
a. Melakukan, mendorong dan memfasilitasi berlangsungnya forum-forum diskusi keagamaan yang bersifat pemikiran konsepsial dan filosofis di Nahdliyyin.
b. Melakukan, mendorong, dan memfasilitasi berlangsungnya forum kajian keagamaan (Bahtsul Masa’il Diniyyah) yang bersifat praktis.
c. Membukukan dan menyebarkan proses hasil pemikiran keagamaan yang kritis dan interpretatif dari kalangan Nahdliyyin dan dari hasil seminar dan kajian.
d. Melakukan dan mendorong berlangsungnya kajian-kajian kritis terhadap berbagai pemahaman ajaran dan pemikiran agama yang dihasilkan oleh pendiri dan pengikut Madzahibul arba’ah dan di luarnya.

3. Program Pemberdayaan Ekonomi Ummat

Tujuan program ini adalah berlangsungnya distribusi ekonomi secara adil dan merata serta meningkatnya kesejahteraan ummat, maka program ini meliputi :
a. Menciptakan jaringan pemasaran produksi pertanian, kerajinan, industri kecil dari pedesaan dalam satu Kabupaten untuk selanjutnya dalam satu propinsi dan/atau antar propinsi.
b. Mengembangkan kelompok-kelompok usaha di pedesaan yang dapat mengakses sumber-sumber modal yang tersedia.
c. Memfasilitasi pemanfaatan fasilitas-fasilitas ekonomi yang tersedia bagi petani, pengrajin dan usaha kecil.
d. Mendorong warga NU memanfaatkan, mengelola dan mengontrol program-program pemerintah tentang pemberdayaan ekonomi ummat.
e. Merintis dan mendorong berlangsungnya jaringan NU.

4. Program Pemberdayaan Hukum dan Keadilan

Tujuan program ini adalah digunakannya hukum dan pengaturan yang adil sebagai dasar setiap keputusan dan tindakan pemerintah serta warga, tidak dipergunakannya kekuasaan dan kekerasan dalam menentukan kebenaran dan menyelesaikan permasalahan. Program ini meliputi :
a. Melakukan kampanye Penegakan Hukum (Law Eforcement) dalam kehidupan sosial dan penyelenggaraan pemerintah daerah.
b. Melakukan kajian-kajian terhadap isi dan implementasi hukum-hukum yang berdampak negatif bagi masyarakat.
c. Melakukan advokasi untuk korban pelanggaran hak asasi manusia dan peramapasan hak.
d. Melakukankampanye dan membangun atau terlibat dalam jaringan anti korupsi, anti pelanggaran hak-hak asasi manusia dan anti kekerasan.
e. Melakukan pendidikan hak-hak asasi manusia di lembaga pendidikan di lingkungan dan organisasi Nahdlatul Ulama.
f. Melakukan pemberdayaan perempuan dengan berbagai program.
g. Melakukan kampanye ada dan/atau terlibat dalam pembangunan daerah berwawasan lingkungan, menuju tata lingkungan yang asri dan produktif yang bebas polusi.

5. Program Peningkatan Kualitas Pendidikan

Tujuan program ini adalah meningkatnya kualitas penyelenggaraan pendidikan baik di lingkungan NU maupun di luar NU. Progra ini meliputi :
a. menyusun dan mengembangkan konsep sistem pendidikan yang diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis anak didiknya, sikap dan perilaku demokratis dan mengembangkan metodologi dan peralatan yang menunjang penyelenggaraannya.
b. Menyelenggarakan forum-forum yang menjadi media tukar pengalaman antar penyelenggara pendidikan dan pemikiran pendidikan di tingkat kabupaten.
c. Mendorong pesantren sebagai lembaga Tafaqquh Fiddin dalam arti luas.
d. Berupaya menggerakkan pemberantasan buta baca tulis Al-Qur’an.
e. Berusaha mengembangkan perpustakaan PCNU yang representatif.
f. Berusaha menyusun buku ke-NU-an dan supaya dapat diajarkan di semua tingkatan sekolah yang berada dalam koordinasi Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama.
g. Berusaha meningkatkan kualitas para relawan pendidikan yang ada dalam Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama.
h. Berusaha membangun sekolah NU di setiap kecamatan (SMP NU, MTs NU, SMA NU, SMK NU, MA NU, dsb.) serta berusaha mendorong pendirian perguruan tinggi NU (Sekolah inggi, Institut, akademi, dan Universitas).
i. Berusaha mengembalikan asset pendidikan NU (Wakaf) yang telah hilang untuk dimiliki dan dapat digunakan kembali bagi pendidikan NU.
j. Mengadakan payung hukum bagi lembaga-lembaga di bawah naungan NU.

6. Program Mobilisasi Dana

Tujuan program ini adalah tersedianya dana organisasi secara efektif. Yang meliputi :
a. menumbuhkan partisipasi anggota jam’iyyah NU dalam pembiayaan dengan melibatkan anggota dalam merencanakan kegiatan organisasi, mengedarkan kartu infaq maupun iuran.
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan dana secara halal.
c. Mengaktifkan Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dari tingkat Cabang sampai dengan Ranting.

STRATEGI PELAKSANAAN

Dalam melaksanakan seluruh program organisasi sebagaimana dipaparkan diatas, strategi pelaksanaannya untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi kegiatan dengan cara :
1. Membuat rumusan tugas dan fungsi yang jelas masing-masing lembaga maupun pernagkat organisasi NU, yang bisa membedakan antar fungsi dan menunjukkan saling melengkapi dalam melaksanakan program organisasi.
2. Merumuskan pola hubungan antar perangkat organisasi informasi secara transparan serta dapat menunjukkan keseimbangan antara hak dan kewajiban secara adil dalam hubungan tersebut.
3. Merancang kegiatan ”percontohan” (Pilot Project) dengan sedapat mungkin replikasinya memperhatikan kreatifitas dan sedapat mungkin secara alami. Namun ada beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan penyebaran terencana.
4. menciptakan sistem monitoring dan evaluasi secara dinamis dan partisipatif.


Cita-cita NU, yang salah satunya; ”Bidang sosial, mengusahakan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan bantuan terhadap anak yatim, fakir miskin, serta anggota-anggota masyarakat lainnya: Bidang Ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dan berkembangnya ekonomi kerakyatan; dan mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat guna mewujudkan ”Khaira Ummah”.
Jika disimpulkan dari perkembangan program-program di atas, sebenarnya dalam masalah sosial kemasyarakatan; PCNU Kabupaten Indramayu memperjuangkan kelompok-kelompok marginal yang dirumuskan dengan pembelaan atas anak-yatim, fakir miskin, dan anggota masyarakat lainnya yang sejenis dengan mendukung ide pembangunan berbasiskan kerakyatan.
Setidaknya, ada cetak biru dan legitimasi kokoh dari dasar-dasar NU sendiri untuk memperjuangkan keadilan, pemerataan pembangunan, dan upaya membangun pilar-pilat ekonomi rakyat, seperti koperasi, dan komitmennya untuk memperjaungkan kemanusiaan.
Men-design NU, khususnya NU Indramayu ke depan berati berupaya secara serius untuk menemukan kerangka besar dalam menghadapi era globalisasi. Langkah taktis yang diperlukan dan kerja praksis yang harus ditancapkan. Persoalannya, siapakah yang diharapkan mampu menguraikan masalah-masalah yang kompleks ini sekaligus memandu dan mencari jalan keluarnya di tengah era globalisasi?

NU STRUKTURAL

Pada umumnya, semua pilar masyarakat NU, berharap NU struktural bisa memandu gerakan membangun masyarakat NU secara massif, simultan dan berwibawa. Akan tetapi harapan saja tidaklah cukup, di tengah imperialisme neoliberal yang ganas dan canggih serta memiliki sumber dana yang melimpah. Problem adanya perbedaan-perbedaan di kalangan NU sendiri menyangkut soal kerangka besar apa yang akan diperjuangkan semakin mempersuram masa depan Nu khusunya NU Indramayu.
Hal ini diperparah dengan kondisi organisasi yang tidak seperti layaknya organisasi. Akan tetapi, yang paling menjadi beban adalah adanya kebutuhan akan mobilitas sosial dari kalangan elit-elit muda NU sendiri yang seringkali mengalahkan desain-desain jangka panjang untuk membangun NU dan basis massa-nya.
Meski demikian, harapan bahwa NU sevara struktural perlu melakukan kerja-kerja riil di tingkat bawah, membangun emandirian ekonomi dan memikirkan nasib generasi mendatang, harus terus disuarakan. Posisi NU struktural juga tetap dibutuhkan untuk mewakili blok Islam moderat dan diharapkan akan bisa menjadi payung dari berbagai ekspresi keagamaan dan tindakan sosial di dalam masyarakat NU.

ELIT MUDA

Elit muda adalah generasi yang sebenarnya paling bisa diharapkan, terutama dari faksi NGO (Non-Goverment Organisation). Akan tetapi kalangan muda dari faksi ini juga menyimpan persoalan, yaitu (1) tidak adanya kemampuan untuk mandiri dan selalu bergantung pada funding agency; (2) ketidak beranian melakukan eksperimen untuk membentuk fraksi besar kaum muda yang konsolidatif, massif dan berskala nasional, serta memiliki kemampuan untuk ikut menentukan perubahan di tingkat struktur politik dan ekonomi; dan (3) kebutuhan akan mobolitas sosial yang sering kali menentukan arus pikiran dan pergerakan mereka sehingga menyulitkan langkah jangka panjang.
Untuk mengatasi ini semua, maka elit muda NU Indramayu harus berani merubah sikap dan tindakan mereka, meskipun mengharapkan ini semua bisa terlaksana pada hari ini adalah sangat sulit seperti mengeakkan benang basah.

PARTAI-PARTAI BERBASIS NAHDLIYYIN

Partai-partai berbasiskan nahdliyyin cukup besar andai digabung menjadi satu suara. Akan tetapi menggabung semua elemen NU dalam satu wadah partai politik adalah sesuatu yang mustahil di tengah klan-klan besar partai yang sudah terbentuk secara permanen, bahkan sebagian mereka telah menjadi raja-raja sendiri.
Selain itu, masih banyak persoalan lain yang juga harus segera dicarikan penyelesaiannya: partai-partai berbasiskan warga NU ini tidak memiliki visi yang sama soal imajinasi mereka tentang Indonesia dan khusunya Indramayu. Oleh karena elit-elit partai ini hanya hadir ketika ada Pemilu dan Pilkada saja. Maka mengharapkan elit partai bisa berbuat banyak untuk memperjuangkan warga NU juga merupakan harapan yang terlalu berlebihan.

BASIS MASSA BAWAH NU

Basis massa bawah NU terdapat di desa-desa: petani di segala bidang, nelayan kecil, TKI/TKW, urban miskin di kota dan segmen sejenis. Basis massa bawah NU ini belum berul-betul diperhatikan oleh elit-elit NU struktural. Mereka juga dialienasikan dari persoalan mereka sendiri oleh terapi yang dipakai oleh elit-elitnya.
Persolan menjadi kompleks karena sedikitnya intelektual-intelektual organik yang lama-lama kehabisan energi dalam mencerahkan masyarakat NU. Sebagai akibatnya, basis massa NU cenderung pasif dan hanya melakukan hasrat untuk mengatasi masalah keseharian mereka masing-masing dengan berbagai cara; menjadi petani dan nelayan miskin, buruh pabrik, transmigran, TKI/TKW dan bahkan ada juga yang menempuh jalan hidup sebagai PSK.[.]


Melihat kenyataan-kenyataan di atas, maka di dalam masyarakat NU dibutuhkan kelompok bawah tanah yang melampaui posisi elit ulama, struktural NU, elit-elit muda NGO dan elit-elit partai berbasiskan warga nahdliyyin. Kelompok inilah yang bergerak secara kasat mata, di bawah tanah :
 Menjadi think thank
 Merencanakan dan membangun Nahdlatut Tujjar secara praksis dan tanpa perlu lagi gembar-gembor
 Memetakan arah pergerakan NU ke depan dan menyiapkan kader-kader NU militan berperspektif masa depan: menyiapkan ekonom-ekonom NU yang berperspektif kerakyatan, calon-calon jenderal dari basis NU dan ekonom-ekonom NU yangberabi membangun dan mengembangkan koperasi di lingkungan masyarakat NU
 Memandu gerakan yang akan menyiapkan masyarakat NU muncul pada 25, 50, atau bahkan 100 tahun lagi, dengan gaya, corak, kebijakan dan keprihatinan yang mewakili generasi baru, serta menjadi bagian penting yang menentukan masa depan Indonesia dan Indramayu pada khususnya
 Cikal bakal dari kerangka panjang masyarakat NU yang perlu dipikirkan dan harus dikerjakan 20 dan 50 tahun ke depan harus didesain oleh kelompok ini, dan kemunculannya tanpa harus memiliki nama.

Tentu saja, mereka ini perlu memliki modal yang cukup, bukan hanya modal pemikiran melainkan juga finansial dan kemauan untuk menjadi gerilyawan sosial yang hidup secara marathon memikirkan generasi NU mendatang. Ini membutuhkan kader militan yang siap memikirkan generasi mendatang masyarakat NU secara serius dan konsisten.
Kesemuanya terlaksana oleh masyarakat NU sendirilah yang harus melakukan ini semua. Sebab, NU secara struktural, seperti dinyatakan oleh KH. Ahmad Shidiq di awal bab ini, hanya (dan akan) menjadi organisasi sosial keagamaan, meskipun diberika sentuhan-sentuhan secanggih apapun dengan gerakan sosial. Dengan demikian, masyarakat NU khusunya di Indramayu disuruh untuk membuat inisiatif sendiri dalam menghadapi masa depannya.
Mr. KH. Imron Rosjadi
(Diplomat Karier dan Sarjana Hukum Pertama NU)

Sejak awal NU merupakan organisasi sosial keagamaan yang bersikap pluralis, bayangkan berapa banyak kader di luar NU direkrut oleh organisasi ulama. Ini bukan hanya kekurangan sumber daya manusia, tetapi dilandasi pada sikap yang melihat semuaa elemen bangsa yang berprestasi dan bermoral sebagai warganya, karenanya bisa diajak berkiprah di NU. Namun demikian tidak berarti NU tidak memiliki kader sendiri yang memumpuni, banyak sekali diantaranya adalah Mr. Imron Rosyadi, yang menjadi salah seorang ketua dalam jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama -PBNU- ketika organisasi ini masih menjadi partai politik (1954-1984).

Perjalanan hidup Imron Rosyadi penuh liku-liku, dia adalah anak seorang pimpinan pesantren, di sanalah ia mulai belajar, kemudian mulai mengenyam pendidikan gaya Belanda, kemudian mendalami pelajaran agama di Irak, di sana ia banyak belajar berbagai pengetahuan sejak politik, kebudayaan dan juga agama, tetapi yang ditekuninya adalah bidang hukum, dari sana ia mendapatkan gelar Meester in de Reechten (MR) yang di Indonesiakan menjadi Sarjana Hukum (SH), melalui ujian persamaan di Universitas Indonesia. Dengan pengalamannya itu ia menjadi pribadi yang tegas dan mandiri.

Dikutip dari Antologi NU; Imron ketika itu berusia sekitar 25 tahun. Memiliki semangat juang yang tinggi. Ia ingin berkeliling dunia tapi orang tuanya kurang berkenan, karena rencana itu membutuhkan biaya yang amat banyak, yang tidak bisa ditanggung oleh mereka. Namun tekad dan semangat Imron pantang surut. Dengan segala daya dan upaya dia tetap ingin cita-citanya tercapai. Oleh karenanya dia menyamar sebagai awak kapal angkutan barang. Namun, di tengah pelayarannya dia tertangkap.

Putera Indramayu

Ia berasal dari keluarga tradisionalis yang dari Indramayu tepatnya di desa Singaraja Kecamatan Indramayu. Menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum sebelum pergi ke luar negeri dan akhirnya berhasil mendapatkan gelar sarjan di bidang hukum di Baghdad, Irak.

Selama masa revolusi, ia bertindak sebagai wakil diplomatik di Irak untuk kepentingan republik dan kemudian ditunjuk sebagai charge d’affaires Indonesia untuk kerajaan Arab Saudi. Setelah kepulangannya ke Indonesia pada tahun 1952, Imron direkrut oleh NU dan diangkat sebagai ketua Ansor pada tahun 1953. ia menjadi anggota PBNU pada tahun berikutnya sebagai Wakil Ketua II pada saat PBNU di pimpin oleh KH. Idham Chalid. Imron Rosjadi, merupakan figur pertama di PBNU yang berpendidikan tinggi dan menjadi anggota parlemen yang vokal setelah Pemilu 1955.
Imron terlahir dari keluarga keturunan NU tulen. Ayahnya KH Abdullah dan ibunya Ny.Hajah Ratu Salichah, memiliki empat orang puteri, semua kakak Imron dan seorang putera yang paling ragil atau bungsu adalah Imron Rosyadi. Seorang di antara kakaknya Ny.Hj.Chasanah Mansur pernah menjadi Sekretaris Umum Pucuk Pimpinan Muslimat NU yang berkedudukan di Jakarta.

Selesai belajar di sekolah rakyat, pemuda yang lahir tahun 1916 melanjutkan pendidikan tingkat menengah -MULO-, suatu lembaga pendidikan jaman Belanda yang modern dan maju. Di sekolah ini di ajarkan lima bahasa asing, karena itu lulusannya rata-rata menguasai bahasa Inggeris, Belanda, dan Jerman di samping bahasa Indonesia. Tamat MULO, Imron yang ketika itu berusia sekitar 25 tahun memiliki semangat juang yang tinggi.Ia ingin berkeliling dunia, tetapi orang tuanya kurang berkenan, karena rencana itu membutuhkan beaya yang amat banyak yang tidak bisa ditanggung oleh orang tuanya.

Tekad dan semangat Imron menuntut ilmu ke luar negeri, terutama negara-negara Timur Tengah pantang bersurut. Dengan segala daya dan upaya dia mencoba menyamar sebagai awak kapal angkutan barang. Namun di tengah pelayaran ternyata ia tertangkap oleh nakhoda kapal, akhirnya ia diturunkan di Singapura, walaupun demikian ia tak tampak gelisah karena sudah meninggalkan negaranya apalagi dia sudah memiliki sejumlah uang dan menetap untuk beberapa lama di kota dagang itu. Sambil terus mengatur siasat, Imron melanjutkan pengembaraan ke Kuala Lumpur Malaysia. Di sana pun begitu, sambil menghimpun kekuatan, ia melanjutkan perjalanan ke Pakistan, India hingga akhirnya sampai di Baghdad-Irak.

Sesuai tekadnya, Imron segera mendaftar ke Universitas Irak di Baghdad, mengambil jurusan agama sekaligus mendalami masalah hukum. Studi itupun dapat diselesaikan sekitar tujuh tahun. Namun untuk menggapai cakrawala ilmu pengetahuan maka setiap ada hari-hari libur panjang Imron memanfaatkannya untuk berkelana ke Saudi Arabia, Mesir, dan bahkan ke Eropa. Perjalanan safari ini membawa pengalaman berharga bagi Imron yang memiliki cita-cita tinggi itu.

Kembali ke Tanah Air, pihak orang tua Imron sudah “kasak kusuk” untuk menjodohkan puteranya dengan seorang gadis Periyangan anak seorang bupati Pasundan pada waktu itu. Hanya beberapa bulan setelah kembali ke Indonesia, tahun 1951 Imron Rosyadi menyunting Nona Chadijah yang banyak dipingit. Maklum ia puteri dari seorang ningrat. Imron mulai menapaki hidup baru sebagai keluarga muda dan sejak itu ia berusaha mengamalkan ilmunya sebagai seorang yang ahli politik luar negeri melamar bekerja ke Departemen Luar Negeri.

Ijazah LLB dari Universitas Baghdad itu sangat berharga baginya sebagai modal untuk berkarir di tanah air Indonesia. Sesuai dengan minat di disiplin keilmuannya ia pun masuk ke Departemen Luar Negeri sebagai pegawai negeri. Namun untuk kepentingan status kepegawaiannya, Imron memerlukan ujian persamaan bidang hukum di Universitas Indonesia. Maka iapun kemudian mendapatkan titel Meester in de Reechten (Sarjana Hukum). Lima tahun bekerja di Deplu, Imron diangkat sebagai Kuasa Usaha, waktu itu belum banyak pengangkatan Duta Besar/Dubes, untuk Swis. Dengan penuh tanggung jawab tugas itu ditunaikan sepenuh hati. Di kemudian baru disadari, pengangkatannya sebagai kuasa usaha, salah satu pertimbangannya untuk mempermudah persinggahan-persinggahan Presiden Soekarno yang melakukan lawatan kenegaraan ke Amerika melalui Eropa tahun 1956. Tentu saja, tugas itu menjadi amat sibuk dan menyita enersi, karena harus dihitung jam demi jam, agar kunjungan kenegaraan presiden itu sukses.
Ketika kembali ke Tanah Air tiga tahun kemudian, tugas di dalam negeri sudah menanti. Ia terpilih menjadi ketua umum Gerakan Pemuda Ansor, menggantikan H.A.Chamid Widjaja-almarhum. Hanya dalam hitungan bulan, Imron pun kemudian diangkat kembali menjadi Kuasa Usaha untuk Kerajaan Saudi Arabia. Memang untuk mengurusi persoalan politik dan masalah perjalanan haji butuh seorang diplomat yang berpengalaman seperti dia. Sebab dia adalah diplomat karir yang memang punya dedikasi dan kompetensi di bidang hubungan internasional.

Sebagai pejuang sejati sejak muda, mahasiswa hingga menjadi kuasa usaha RI, Imron Rosyadi selalu mengibarkan bendera merah putih dan proklamasi 17 Agustus 1945 untuk mendapatkan dukungan dunia internasional, di manapun dia ditempatkan dan ditugaskan. Di Baghdad misalnya, ia berkeliling kota seraya membawa sang Merah Putih. Hal yang sama dia lakukan di Jeddah dan Makkah dan mendapatkan sambutan hangat para jamaah haji dari manca negara.

Ketika NU, melalui Muktamar Situbondo (1984) resmi kembali ke khittah 1926, Imron duduk sebagai salah seorang Rois Syuriah PBNU dan satu periode kemudian diangkat sebagai mustasyar-penasihat PBNU. Dalam jabatan itulah, ia wafat di kota Bandung (1993) karena sakit. Bandung adalah kota kelahiran isterinya, yang juga aktivis dan pernah menjadi ketua/penasihat Muslimat NU, yaitu Ny Hajjah Chadidjah Imron Rosyadi. Sang isteri adalah wanita ningrat salah seorang puteri dari Bupati Bandung yang saat dinikahi Pak Imron merupakan sosok yang sangat terpandang di bumi Parahiyangan.
Imron Rosyadi kebetulan tidak dikaruniai putera atau puteri, sehingga bisa berkarir di Departemen Luar Negeri, di NU maupun di Parlemen secara lebih intensif, namun bukan berarti tidak memiliki asuhan, sebab ia punya anak angkat yang cukup banyak dan mereka didik seperti anak-anaknya sendiri, disekolahkan hingga perguruan tinggi. Warisan hartanya tidak banyak, selain sikap kejujuran dan kejuangan serta keteguhan pendiriannya yang bagaikan batu karang. Kedalaman ilmunya terbukti dari banyaknya buku-buku pengetahuan agama dan kitab-kitab kuning yang dimilikinya dan kini sudah dihibahkan kepada salah satu perguruan Islam di Jakarta.


Imron Rosjadi ditangkap

Pada masa pemerintahan Bung Karno, siapa saja yang tidak setuju pada gagasan Bung Karno untuk bekerja sama dengan PKI ditangkap kecuali yang berada di luar negeri. Kabinet yang sering cepat berubah karena dijatuhkan partai oposisi membuat Bung Karno jengkel. Itu akhir tahun 1950-an, akhir dari zaman sistem Demokrasi Parlementer dijalankan. Bung Karno kemudian mengumumkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Maksudnya menghabisi sistem yang dicangkok dari Eropa itu dan memperkenalkan satu sistem yang lebih "asli" Indonesia.

Reaksi segera bermunculan. Para tokoh partai, yang menentang kebijaksanaan Bung Karno, membentuk Liga Demokrasi (24 Maret 1960). Antara lain Prawoto Mangkusasmito (Masyumi), Soebadio Sastrosatomo (PSI atau Partai Sosialis Indonesia), Soedjatmoko (PSI), I.J. Kasimo (Partai Katolik), Imron Rosjadi (Ketua Pemuda Ansor).
Satu-satunya tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Imron Rosjadi, pada 23 Mei 1962 ditangkap. Alasan juga tak jelas. Ada yang menduga, Imron memang telah lama masuk dalam daftar "cekal" -- meminjam istilah sekarang -- karena menjadi sekretaris Liga Demokrasi.
Pada tanggal 23 Mei 1962, pukul setengah satu malam Imron Rosjadi, SH., ditahan oleh pemerintahan yang berkuasa. Imron Rosjadi adalah tokoh NU. Ia pernah menjadi Ketua Umum Pemuda Ansor, tetapi karena dia dianggap tidak setuju dengan demokrasi terpimpin Presiden Soekarno, maka kedudukannya jadi goyah. Berbeda dengan tokoh-tokoh NU lain seperti Zainul Arifin, Idham Chalid yang mendapat posisi mentereng dalam pemerintahan, maka Imron Rosjadi tersisih ke pinggir.
Apa sebab ia ditangkap? Alasan yang pasti belum diketahui tentunya. Tetapi dalam masyarakat politik di ibukota, orang memperbincangkan hal itu gara-gara undangan dari Baghdad tempat bakal dilangsungkannya Muktamar Islam sedunia. Kongres di Baghdad itu mengundang lima tokoh Islam dari Indonesia, yaitu; Dr. Sukirman, Prof. Muzakir dari Yogyakarta, KH. Dachlan, Imron Rosjadi dan Anwar Haryono. Kabarnya komposisi ”delegasi” dari Indonesia tadi menarik perhatian Peperti yang menanyakannya kepada mereka mengapa Cuma mereka saja yang mendapatkan undangan dari Baghdad padahal tokoh Islam lain juga ada.

Pertanyaan itu tentu tidak dapat dijawab oleh pihak yang bersangkutan. Kelima orang itu anggota bekas Masyumi dan NU yang dianggap sebagai oposisi oleh pemerintah. Apakah karena itu penguasa memutuskan menahan saja Imron Rosjadi dan dengan begitu mencegah keberangkatannya ke Baghdad? Ada pula keterangan yang mengatakan, orang seperti Imron Rosjadi sudah lama namanya tercantum dalam daftar yang disiapkan oleh pihak penguasa dan kini dengan timbulnya alasan ”Baghdad” tadi, maka tibalah kesempatan untuk menahannya. Manakah alasan yang benar? Entahlah. Semua mungkin saja di zaman Manipol-Usdek pada saat itu.